Tradisi Unik yang Tetap Bertahan di Tengah Arus Modernisasi


Ojek Kambing Pasar Hewan Munggi Semanu/Foto: ef linangkung

KABARJAWA — Di tengah riuhnya aktivitas jual beli hewan ternak, sebuah pemandangan unik terlihat di Pasar Hewan Munggi, Semanu, Kabupaten Gunungkidul.

Puluhan motor berjejer rapi di dekat pintu keluar pasar, sebagian besar dimodifikasi dengan keranjang bambu besar atau kronjot di jok belakangnya. Mereka adalah ojek kambing, para pengantar kambing ke berbagai pelosok desa, bahkan hingga luar kota.

Ojek Kambing: Solusi Praktis

Fenomena ojek kambing ini menjadi daya tarik tersendiri dan telah menjadi bagian dari denyut nadi ekonomi masyarakat lokal selama puluhan tahun.

Tidak hanya menjadi solusi transportasi praktis bagi pembeli kambing, tapi juga menjadi ladang penghasilan yang menghidupi belasan keluarga.

Salah satu pelaku ojek kambing adalah Sigit Riyanto (54), warga Padukuhan Wediutah, Kalurahan Ngeposari, Kapanewon Semanu. Dia mengaku telah menekuni profesi ini sejak harga BBM masih Rp500 per liter. Dia tetap bertahan kini karena masih ada yang mencari.

“Saya lupa persisnya tahun berapa, yang jelas waktu itu bensin masih lima ratusan. Sekarang sudah sepuluh ribu, tapi saya masih ojek kambing,” ujar Sigit sambil tertawa kecil.

Sigit menambahkan, tarif jasanya berkisar antara Rp25.000 hingga Rp150.000, tergantung jarak dan kondisi pasar. Ia bahkan pernah mengantar kambing hingga ke Kota Yogyakarta dan Praci, Jawa Tengah.

“Kalau sepi bisa murah, tapi kalau ramai seperti menjelang Iduladha, bisa sampai seratus lima puluh ribu,” jelasnya.

Cara Pengangkutan Ojek Kambing Pasar Hewan Munggi

Proses pengangkutan kambing menggunakan cara sederhana tapi efektif. Setelah terjadi kesepakatan dengan pembeli, kaki kambing diikat menjadi satu agar tidak memberontak, kemudian diangkat dan diletakkan di atas kronjot bambu di belakang motor.

Untuk menjaga keseimbangan, sisi kronjot yang kosong biasanya berisi batu sebagai pemberat. Jika hanya membawa satu kambing, sering kali si pembeli ikut naik sebagai penumpang.

Dalam kasus seperti ini, kambing berada di antara pengendara dan pembonceng. Beruntung selama ini tidak ada kendala berarti.

“Yang penting kambing tidak stres dan tidak mengganggu keseimbangan saat berkendara,” tambah Sigit.

Ojek kambing bukan sekadar profesi, melainkan telah berkembang menjadi komunitas yang solid. Harjo Sutrisno, tokoh sesepuh ojek kambing di Semanu, menyampaikan hal ini.

Dia menyebut bahwa profesi ini sudah ada sejak Pasar Hewan Munggi berdiri, dan saat ini terdapat sekitar 18 orang yang aktif sebagai ojek kambing.

“Kami selalu hadir saat pasaran Pasar Munggi, yaitu setiap hari Kliwon. Selain itu, kami juga mengadakan arisan rutin setiap Jumat Kliwon,” ujar Harjo.

Tarif ojek kambing tidak memiliki patokan resmi. Semua bergantung pada kesepakatan antara tukang ojek dan pembeli. Tidak ada perbedaan tarif berdasarkan harga kambing—entah itu kambing seharga jutaan atau hanya ratusan ribu rupiah.

“Kalau ramai, seperti menjelang Iduladha, bisa antar 10 kali dalam sehari. Tapi kalau sepi ya bisa nggak dapat satu pun,” katanya.

Eksistensi yang Bertahan di Tengah Gempuran Transportasi Modern

Di era transportasi online dan logistik digital, keberadaan ojek kambing tetap eksis karena memiliki keunikan tersendiri. Mereka bukan hanya sekadar pengantar, tetapi juga membantu pembeli yang tidak memiliki kendaraan memadai untuk mengangkut kambing dari pasar ke rumah.

Pasar Hewan Munggi Semanu sendiri menjadi sentra jual beli ternak penting di wilayah Gunungkidul dan sekitarnya. Aktivitas jual beli meningkat drastis menjelang Iduladha, di mana permintaan kambing dan sapi melonjak. Dalam kondisi seperti inilah jasa ojek kambing sangat dibutuhkan.

Ojek kambing di Pasar Hewan Munggi Semanu bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga menjaga tradisi lokal yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Di tengah derasnya arus modernisasi, mereka tetap teguh dengan cara mereka sendiri, menawarkan pelayanan yang penuh keramahan dan kepercayaan.

“Sekarang mulai sepi, kalah dengan hape (jual hewan online) yang mengantar sampai rumah,” ujarnya.

Bagi siapa saja yang ingin melihat wajah lain dari ekonomi rakyat, datanglah ke Pasar Munggi pada hari Kliwon. Di sana, Anda akan melihat bagaimana kambing, motor, dan semangat gotong royong berjalan berdampingan—dengan irama yang tidak lekang oleh waktu. (ef linangkung)



Game Center

Game News

Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime

Gaming Center