Filosofi Etika Jawa dalam Menerima Tamu


Ilustrasi makna Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh, filosofi Jawa saat menerima tamu (AI // Kabar Jawa)

KabarJawa.com – Dalam kehidupan masyarakat Jawa, setiap tindakan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia selalu diiringi tata krama yang halus.

Nilai kesopanan itu tidak hanya muncul dalam percakapan, tetapi juga ketika seseorang menerima tamu di rumah. Di balik gestur kecil seperti menyapa, mempersilakan duduk, atau menawarkan suguhan, terdapat ajaran mendalam yang dikenal sebagai Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh.

Empat istilah yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun sesungguhnya merupakan fondasi dalam etika penerimaan tamu menurut kearifan Jawa.

Nilai-nilai ini diwariskan turun-temurun dan masih terus hidup, meskipun zaman telah berubah. Orang Jawa percaya bahwa memperlakukan tamu dengan baik bukan sekadar sopan santun, tetapi juga cara menghormati rezeki dan kesempatan yang datang bersama kehadiran mereka. Dari sinilah makna Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh menjadi penting untuk dipahami.

Memahami Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh

Jika ditelusuri lebih jauh, Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh merupakan panduan etika bersikap ketika menerima tamu yang berlandaskan unggah-ungguh.

Keempat konsep ini membentuk rangkaian tindakan yang menggambarkan keramahan khas Jawa. Berdasarkan penjelasan di laman resmi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, diketahui bahwa istilah-istilah ini sudah sangat akrab di kalangan masyarakat Jawa. Bahkan, bisa dikatakan telah menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari dalam berinteraksi.

Setiap kata memiliki makna spesifik yang membentuk keseluruhan alur menjamu tamu. Walaupun sederhana, urutan nilai tersebut menunjukkan betapa telitinya orang Jawa dalam menjaga kenyamanan pihak yang datang bertamu.

Arti Per Kata dalam Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh

Gupuh

Dalam pengertian umum, kata gupuh kadang dianggap berarti tergesa-gesa atau tergopoh-gopoh. Namun dalam konteks etika menerima tamu, maknanya lebih halus.

Gupuh menggambarkan kesiapan tuan rumah dalam menyambut tamu dengan antusias. Kehadiran tamu dipandang sebagai bentuk penghormatan, sehingga tuan rumah menyegerakan diri untuk menyapa dengan sikap hangat, tanpa menunda-nunda. Antusiasme ini bukanlah kepanikan, melainkan tanda perhatian dan penghargaan.

Aruh

Setelah menyambut tamu, tahap berikutnya adalah aruh, yaitu mengajak bicara, menyapa, atau membuka percakapan ringan.

Tujuannya untuk mencairkan suasana agar tamu merasa diterima. Menanyakan kabar atau berbicara tentang hal-hal sederhana merupakan bagian dari aruh.

Di sinilah keakraban mulai terbangun, karena komunikasi yang baik mampu menghilangkan jarak emosional antara tamu dan tuan rumah.

Lungguh

Tahap selanjutnya adalah mempersilakan tamu duduk di tempat yang layak. Lungguh tidak sekadar menunjuk kursi, tetapi juga menunjukkan penghormatan.

Posisi duduk kadang diperhatikan menurut usia atau status sosial, sebab masyarakat Jawa menjunjung tinggi tata krama dan hierarki.

Dengan memberikan tempat duduk yang nyaman, tuan rumah seakan berkata bahwa tamu tersebut dihargai sepenuh hati.

Suguh

Suguh merupakan puncak dari rangkaian etika menerima tamu. Menyuguhkan jamuan, entah itu makanan kecil, teh hangat, atau bahkan hanya air putih, melambangkan rasa tulus dalam berbagi.

Suguhan tidak dinilai dari kemewahannya, melainkan dari niat baik yang menyertainya. Dalam budaya Jawa, memberi suguhan adalah cara menunjukkan bahwa tamu diterima bukan hanya sebagai pengunjung, melainkan juga sebagai bagian dari keluarga yang harus dihormati.

Makna Filosofi Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh

Jika dilihat secara filosofis, empat konsep ini menunjukkan bahwa keramahan bukanlah tindakan yang berdiri sendiri. Gupuh mengajarkan bahwa tamu harus direspons dengan penuh perhatian.

Aruh mengingatkan pentingnya membangun hubungan melalui percakapan yang hangat. Lungguh menegaskan perlunya memberikan kenyamanan fisik sebagai bentuk penghormatan. Suguh menjadi simbol puncak ketulusan dalam menjamu.

Semua tindakan ini dirangkai dengan niat tulus, bukan karena tuntutan sosial. Orang Jawa percaya bahwa memperlakukan tamu dengan baik dapat menghadirkan keberkahan.

Di sisi lain, sikap ini juga memperlihatkan bagaimana budaya Jawa menempatkan nilai saling menghargai sebagai pilar utama kehidupan bermasyarakat.

Jadi Panduan Saat Menerima Tamu

Melalui ajaran Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh, kita dapat melihat bagaimana budaya Jawa memandang tamu sebagai elemen yang istimewa.

Panduan ini bukan hanya ritual menerima tamu, tetapi juga cerminan kehalusan budi pekerti masyarakat Jawa. Mulai dari sambutan awal yang antusias, percakapan yang hangat, tempat duduk yang layak, hingga suguhan yang tulus, semuanya menggambarkan etika yang patut dilestarikan.

Kini kita memahami bahwa Gupuh, Aruh, Lungguh, Suguh adalah lebih dari sekadar urutan tindakan. Ini ialah filosofi mendalam tentang nilai hormat dan ketulusan.

Tradisi ini masih hidup hingga kini dan akan terus dijaga sebagai warisan budaya yang berharga bagi generasi berikutnya.***

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door