Kisruh Tambang di Maluku Utara, Gemparkan Beberapa Mutasi Polda Malut


Viralterkini.id, HALMAHERA TIMUR — Polemik kisruh tambang di Maluku Utara kembali menyeruak dan mengemparkan di tanah air. Di tengah upaya PT Wana Kencana Mineral (WKM) menegakkan hukum atas dugaan penambangan ilegal oleh PT Position, justru aparat kepolisian yang menangani kasus ini dimutasi.

Proses hukum berhenti, laporan ditutup, dan publik pun mempertanyakan: siapa yang sebenarnya dilindungi hukum?

Kasus Dimulai dari Lapangan, Berakhir di Meja Mutasi
Awalnya, kasus ini berjalan cepat. Setelah menerima laporan resmi dari PT WKM, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara turun langsung ke lokasi tambang di Halmahera Timur. Mereka menemukan aktivitas alat berat di area yang masuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT WKM. Garis polisi pun dipasang untuk menghentikan kegiatan.

Namun tak lama berselang, arah penyelidikan justru berubah drastis. Dirkrimsus Polda Malut Kombes Pol. Asri Effendy beserta tim penyidik yang memimpin investigasi mendadak dimutasi.

“Dirkrimsus-nya dicopot, penyidiknya diganti, dan kasusnya berhenti,” kata kuasa hukum PT WKM, Rolas Budiman Simanjuntak, dalam sebuah wawancara publik.

Langkah itu dianggap janggal karena terjadi ketika kasus sedang berada pada tahap penting. Publik menilai mutasi tersebut menjadi titik awal mandeknya penegakan hukum terhadap dugaan tambang ilegal yang merugikan negara dan masyarakat setempat.

Laporan Dihentikan, Pelapor Justru Dikriminalisasi
Anehnya, setelah aparat yang menangani kasus dimutasi, laporan PT WKM dihentikan. Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) diterbitkan tanpa kejelasan hasil pemeriksaan lapangan. Bukannya melanjutkan penyidikan terhadap PT Position, kepolisian justru menindaklanjuti laporan balik yang diajukan oleh pihak PT Position terhadap pejabat WKM.

Dua orang dari PT WKM, yakni Awwab Hafidz (Kepala Teknik Tambang) dan Marsel Bambang (Mining Surveyor), dilaporkan atas tuduhan perusakan hutan. Pola ini disebut-sebut sebagai upaya membalik posisi hukum: pelapor berubah jadi terlapor, sementara pihak yang dilaporkan lolos dari jerat hukum.

Menurut Rolas, tindakan ini sangat merusak rasa keadilan.

“Kami datang dengan laporan pelanggaran hukum, bukan untuk dikriminalisasi. Tapi yang terjadi, justru pihak kami yang diseret,” ujarnya.

Hingga kini, PT WKM terus meminta agar SP3 tersebut ditinjau ulang dan proses penyelidikan dilanjutkan secara transparan.

Mutasi Polisi, Momentum yang Mengaburkan Keadilan
Peristiwa mutasi di tubuh Polda Maluku Utara menimbulkan banyak tanda tanya. Berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1422/VI/KEP./2025 dan ST/1423/VI/KEP./2025, tertanggal 25 Juni 2025, sejumlah pejabat strategis dipindahkan dari jabatannya, termasuk posisi Dirkrimsus.

Kombes Pol. Asri Effendy digantikan oleh Kombes Pol. Edy Wahyu Susilo, tanpa penjelasan publik yang transparan mengenai alasan pencopotan tersebut. Perubahan ini bertepatan dengan penghentian penyelidikan kasus tambang Halmahera Timur, yang sejak awal dinilai menyimpan konflik kepentingan.

Banyak pihak menduga, pergantian pejabat bukan sekadar rotasi rutin, melainkan bagian dari intervensi kekuasaan di balik kasus tambang. “Ketika penyidik berani menyentuh korporasi besar, tiba-tiba semuanya dipindahkan. Polanya terlalu mirip dengan banyak kasus serupa di daerah,” ujar seorang pengamat hukum di Ternate yang enggan disebut namanya.

Tambang Ilegal, Laba Mengalir, Hukum Menghilang
Kasus ini bukan semata tentang sengketa korporasi, melainkan soal hilangnya kendali negara terhadap sumber daya alam. Aktivitas tambang yang diduga dilakukan PT Position di area izin milik PT WKM terjadi tanpa kejelasan izin operasi dan tanpa sanksi tegas dari aparat.

Di sisi lain, aktivitas tersebut diduga telah menimbulkan kerugian lingkungan dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

“Setiap hari ada dump truck keluar masuk. Kalau ini dibiarkan, negara kehilangan kontrol dan masyarakat kehilangan haknya,” ujar Rolas.

Sementara itu, pemerintah daerah tampak memilih diam. Tak ada langkah tegas dari Dinas ESDM Maluku Utara untuk memastikan siapa yang sebenarnya berhak menambang di wilayah tersebut. Hukum yang seharusnya menjadi benteng publik justru tampak menjadi perisai bagi kekuatan modal.

Seruan Publik: Keadilan Jangan Dimutasi Bersama Penyidik
Gelombang desakan muncul dari berbagai kalangan masyarakat sipil di Ternate dan Halmahera Timur. Mereka meminta Kapolri dan Kabareskrim Polri meninjau ulang penghentian kasus PT Position serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

Menurut Rolas, satu-satunya jalan untuk mengembalikan wibawa hukum adalah membuka kembali berkas perkara dan melanjutkan penyelidikan dari titik terakhir. “Jika hukum bisa dibeli, maka aparat bukan lagi penegak hukum, tapi pelindung kepentingan,” ujarnya.

Kasus ini menjadi cermin kelam bagi wajah penegakan hukum di Maluku Utara. Bila dibiarkan, ia akan menjadi preseden bahwa keadilan bisa dimutasi bersamaan dengan penyidiknya, dan hukum kehilangan makna di hadapan kekuasaan ekonomi. (ma)

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door