KABAR JAWA – Yogyakarta memiliki status unik sebagai Daerah Istimewa (DIY) sejak masa penjajahan Belanda hingga era kemerdekaan Indonesia. Simak sejarah, peran Sultan, dan makna keistimewaannya di artikel lengkap ini.
Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi, salah satunya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Julukan “Daerah Istimewa” bukan sekadar simbol, melainkan pengakuan atas posisi sejarah, politik, dan budaya kota ini yang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia.
Keistimewaan Yogyakarta telah tercatat sejak masa kolonial Belanda, ketika Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman mendapatkan status khusus yang membuat wilayah ini memiliki otonomi tersendiri.
Asal Usul Status Istimewa Yogyakarta
Menurut buku Keistimewaan Yogyakarta dari Sudut Pandang Geomorfologi karya Langgeng Wahyu Santosa, kedua kerajaan tersebut selama masa penjajahan Belanda berstatus sebagai Kerajaan Vasal atau Zelfbesturende Landschappen, yang berarti mereka diperbolehkan mengatur urusan internal secara mandiri.
Bahkan saat Jepang menduduki Indonesia, status istimewa ini tetap diakui, dengan sebutan Kooti, yang memberi mereka hak mengatur wilayahnya sendiri meski tetap berada di bawah pengawasan penguasa pendudukan.
Beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Pangeran Purboyo mengusulkan agar Yogyakarta diberikan status otonomi penuh dalam sidang PPKI pada 19 Agustus 1945. Status Kooti kemudian dipertahankan, dan pada tanggal 1 September 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta.
Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan Amanat 5 September 1945, yang menegaskan bergabungnya monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia.
Pada hari yang sama, Sri Paduka Paku Alam VIII juga mengeluarkan dekret serupa. Dengan keputusan ini, wilayah DIY, termasuk Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman, resmi menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Yogyakarta dan Konferensi Meja Bundar
Setelah Konferensi Meja Bundar, Belanda secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia sebagai Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada periode ini, Yogyakarta sempat menjadi ibu kota negara bagian sementara, hingga tanggal 17 Agustus 1950 ketika UU Nomor 3 Tahun 1950 disahkan.
Undang-undang ini menegaskan Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa setingkat provinsi, meski secara hukum memiliki perbedaan dengan provinsi lain, terutama dalam hal kepemimpinan kepala daerah.
Makna Keistimewaan Yogyakarta
Status Daerah Istimewa memberikan Yogyakarta otoritas khusus dalam pemerintahan dan kehidupan sosial budaya.
Secara historis, pemerintahannya menggabungkan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Sultan memegang posisi sebagai gubernur, sedangkan Paku Alam bertindak sebagai wakil gubernur, sebuah sistem yang jarang ditemukan di provinsi lain.
Beberapa substansi utama keistimewaan Yogyakarta antara lain:
- Sejarah Pembentukan Pemerintahan – Otonomi DIY diakui sejak UUD 1945, dengan pengakuan terhadap pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa.
- Bentuk Pemerintahan – Gabungan dua kerajaan, yang melalui Amanat 5 September 1945 bersatu dalam satu wilayah NKRI.
- Kepemimpinan – Sultan sebagai kepala daerah memiliki peran politik sekaligus simbol budaya. Pada tahun 2012, Sultan Hamengku Buwono X menegaskan posisinya melalui Dekret Kerajaan Sabdatama, memastikan gubernur DIY adalah Sultan, dengan Paku Alam sebagai wakil.
Peran Sultan dalam Kemerdekaan dan Pemerintahan
Sultan Hamengku Buwono IX memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan. Saat ibu kota Republik Indonesia berpindah ke Yogyakarta karena jatuhnya Jakarta ke tangan Belanda pada 1946, Sultan menyediakan Kraton sebagai pusat pemerintahan sementara. Sikap ini menunjukkan dukungan politik dan militer yang signifikan, menjadikan Sultan simbol perjuangan nasional.
Kehidupan Sosial dan Budaya yang Khas
Yogyakarta bukan hanya istimewa secara politik, tetapi juga budaya dan pendidikan. Kota ini dikenal sebagai pusat seni Jawa dengan pertunjukan wayang kulit, gamelan, dan batik yang diakui internasional.
Keraton Yogyakarta tetap menjadi pusat budaya sekaligus simbol pemerintahan monarki. Selain itu, Yogyakarta adalah kota pelajar dengan universitas ternama seperti Universitas Gadjah Mada, menjadikannya pusat pendidikan di Indonesia.
Keistimewaan Yogyakarta tercermin dari kombinasi sejarah, politik, dan budaya yang unik. Status DIY memungkinkan Sultan memimpin sebagai kepala daerah dengan hak istimewa, sekaligus menjaga tradisi dan kehidupan sosial yang kaya. Inilah yang membuat Yogyakarta bukan sekadar provinsi biasa, melainkan Daerah Istimewa yang benar-benar unik di Indonesia.***
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door